• Kepada Asmaran Dani

    Kepada Asmaran Dani : Lebih baik mati terlupakan, daripada dikenang karena menyerah, atau diingat karena menindas.

    Sebenarnya. Saya bisa menjawab, jawaban dari kamu dengan banyak versi. Beberapa versi yang mana tetap di aplikasi whatsapp. Pertama, versi singkat mengiyakan. Versi singkat mengiyakan demi menghindari konflik, atau menghindari perdebatan yang memang sering saya hindari, sering saya lakukan. Saya cukup lama tidak begitu keras dengan apa yang saya yakini. Tidak begitu keras untuk coba mendefinisikannya ke orang lain. Keras ke diri sendiri, lain cerita. Bukan karena saya tak benar-benar yakin atas apa yang saya yakini. Malah sebaliknya. Malah sebaliknya dengan juga mengetahui berbagai pertarungan personal dan individu dari setiap orang, perbincangan kontra-produktif jadi seakan bisa jadi benar-benar tidak penting, tapi juga tetap dengan upaya yang sama selalu mendorong membicarakan secara bersama permasalahan kelompok.

    Karena menurutku, kurang lebih sepertinya itu yang paling relevan : Permasalahan kelompok harus bisa menjawab permasalahan paling personal. Bukan malah menyingkirkannya secara penuh, atau juga menegasikan secara total. Dan permasalahan individu paling personal terakumulasi bisa jadi kekuatan dan tuntutan konkret itu sendiri.

    (lebih…)
  • Menapak, Memapak, dan Memupuk

    Tulisan ini saya buat sebagai pengantar dari pameran karya visual kawan-kawan untuk memperingati September Hitam bertajuk September Hitam, Masa Kelam, & Kombatan di Rumah Sintas, Palembang, 27 Sept – 1 Oktober 2024. Saya publikasikan ulang di blog ini sebagai arsip, selain dari juga sudah terpajang di Rumah Sintas dan tak diturunkan sedari pameran.

    Tulisan ini dipublikasikan ulang pada rentang masa negara hendak getol menulis ulang sejarah. Memfilter ala mereka. Menanggalkan yang menurut mereka tidak elok. Belum setahun dari pameran yang dimaksud, tak bohong jika membayangkan tulisan ini akan relevan di September berikutnya, tapi belum setahun dari pameran yang dimaksud, setahun lebih dari berganti muka rezim lewat pemilu, mereka semakin menunjukkan wajah aslinya. Dan kerja mengingat serta menolak lupa menemukan masa paling relevan untuk dibicarakan.

    ————————————

    Menapak, Memapak, dan Memupuk
    Visual sebagai senjata penguat
    dan pengingat paling kanon.

    . . .

    Entah mana yang lebih dulu, September yang menghitam, atau kehitaman itu yang mendahului September jauh-jauh hari. Terkhusus di Indonesia. Bagian ketiga pada kalimat pertama tentu saja bermuatan klenik dan metafisik, pembicaraan lantas saja mengarah pada mitos, kutukan dan azab. Percaya atau tidak. Saya jelas susah percaya, tapi tak juga bisa memaksa lain untuk tidak.

    (lebih…)
  • Menulis Tanpa Takut Sirine

    Saya kepikiran mengganti penampilan blog butut dan usang ini. Secara bersamaan, memberinya nama baru. Agar seperti baru saja. Padahal barang lama. 

    Bagian memberinya nama baru, ternyata tak baru baru juga pula, ini sudah kepikiran semenjak nama yang sekarang ini adalah nama zine saya 2 tahun lalu. Zine yang sebenernya mestinya dillanjutkan, tapi hanya bertahan satu edisi. Zine yang beberapa draft tulisan berikutnya sebenarnya sudah ada, sempat di layout secara serius, karena memang format + layoutnya sudah terbayang dan rampung. Tapi juga tak kunjung selesai. 

    Beberapa waktu belakangan, ada pertanyaan yang kembali muncul. Ada pertanyaan yang membawa pada kesimpulan : Sebenarnya ada kah ruang paling merdeka, emansipatoris dari apa yang saya lakukan. 

    (lebih…)
  • Hardcore & Kesehatan Mental

    “I missed the last bus, I’ll take the next train. I’ll try but you see, it’s hard to explain. I say the right thing, but act the wrong way” – The Strokes
    . . .

    Terpikir ulang satu dua hal saat mendengarkan pertama kali Touché Amoré membawakan Hard to Explain dari The Strokes. Tahun lalu. Mereka membawakannya begitu baik, bagiku personal, benar-benar begitu sampai; entah secara emosi, agresi, kemarahan dan sekaligus keputusaasaan yang menolak menyerah. Putus asa tapi menolak menyerah. Saat Hardcore bisa jadi begitu emosional dan menyentuh, ketimbang sisi lainnya yang jauh lebih condong agresi dan marah.

    Dibagian membawakan lagu ulang dengan sangat baik, dalam benang merah yang sama, jadi ingat momen yang mirip ketika mendengarkan ALICE bisa membawakan juga dengan apik “In The Name Of Forgiveness, I’ll Be Leaving This Secret With You” dari Pitfall. Tak begitu mendengar Pitfall sebelumnya. Entah bagaimana, versi ALICE (juga) disampaikan dengan cara baru, sekaligus begitu baik. Seperti itulah kurang lebih perasaan yang berulang muncul ketika mendengarkan Hard to Explain versi  TA (Touché Amoré). Selama 48 jam berikutnya, track itu Aku putar berulang.

    (lebih…)
  • Merayakan Kekalahan

    Bertepatan dengan Hari Buruh 2 tahun lalu, jika memang sangat rumit untuk bisa disebut sebagai perayaan, seringkali sebagian lebih memilih menyebutnya peringatan. Hari itu memilih memperingati dengan cara sedikit berbeda. Sedikit berbeda dari kebiasaan, tapi tak dengan sesuatu yang benar-benar baru juga. Hari itu, 1 Mei 2019, Punk In The Park tahun pertama dihelat.

    Jika kembali diingat, setahun sebelumnya, 2018, sebenarnya kawan-kawan juga mengadakan gigs di tanggal yang kurang lebih sama, gigs dua hari, ada band dari luar kota yang datang juga malah. Namun Punk In The Park terasa berbeda, yang mana tentu sudah terggambar jelas melalui nama. Singkat cerita, semuanya berjalan lancar dan menyenangkan. Awal, disebutkan jika itu adalah yang pertama, walau saat itu, tak juga bisa dibilang bahwa sepakat akan ada yang kedua. Secara sadar dan tidak sadar, atau memang sudah terbiasa saja, kawan-kawan tak fasih merencakan terlalu jauh kedepan, biarkanlah semuanya menjadi tetap berjalan spontan, organik dan alamiah saja. Termasuk Punk In The Park, melihat yang terjadi, berjanji untuk membuatnya lagi tahun depan hanya jadi sebuah respon normal.

    (lebih…)
  • Ketakutan Berwujud Tagihan Bulanan

    Disaat sama persis ketika menerima pesan teks ajakan untuk mengisi kolom zine yang bertema horror ini, saya langsung bertanya pada pasangan, yang kebetulan sedang persis ada di sebelah. Saya tanya dia, apa sesuatu yang horror di luar kengerian, klenik dan cerita ilmu hitam. Tak lama dia berpikir dan menjawab, horror itu tagihan. Tagihan bulanan, listrik, air, makan dan hidup, tambahnya.

    Tak bisa membantah. Diam mengiyakan.

    (lebih…)
  • Sesekali Pulang

    “…kita terlau jauh berjalan untuk sebuah perjalanan yang menjauhi diri kita. pulang adalah jalan untuk memulai perjalan demi diri kita”

    Menyebalkan sekaligus takjub, kalimat atau tulisan yang sebenarnya hadir entah dengan relevansi apa di hampir 1 dekade lalu, tetap saja relevan dan malah kembali mengingatkan, sekaligus menyadarkan. Merespon dengan baik kondisi paling faktual depan mata. Tak mengejutkan sebenernya kalau dipikir, jangankan yang muncul 1 dekade lalu, yang muncul 100 tahun lalu saja tetap bisa jadi relevan. Mungkin tidak secara kondisi, tapi dari perspektif dan basis pemikiran. Valid.

    Walau menemukan fakta lebih pahit kadang, apa yang tertulis di waktu lalu, bisa tetap punya banyak kesamaan dengan apa yang terjadi sekarang. Antara memang tulisan ini (begitpun penulisnya) yang begitu visioner, atau memang sebenernya secara esensi, hidup tak pernah banyak berubah.

    (lebih…)
  • Jarak Itu Buah; Mixtape

    Jika ditanya cerita, ada yang berbeda pesat beberapa bulan terakhiran di tahun 2019. Selain dari beberapa kejutan dari apa yang dikerjakan, atau juga beberapa hal yang tak diharapkan juga datang. Menjalani lagi sebuah hubungan relasi lawan jenis baru jadi cerita berbeda tahun ini. Semua orang, tak keseluruhan tapi tak juga sedikit yang bersinggungan denganku setahun kebelakang cukup tau bagaimana bagian ini benar-benar merepotkanku. Hal-hal yang aku pikir akan mudah dilewati tapi cukup punya cerita berbeda pada nyatanya.

    Garis besarnya begitu. Detailnya lebih ruwet.

    (lebih…)

  • Punk Justru Semakin Mendekati Titik Api: Sisi Lain Yang Dilewatkan Hikmawan Saefullah

    Ada dua hal mengesalkan setidaknya ketika mulai hendak merespon isu seputaran ini: Pertama, kenapa masih saja terpantik dengan hal identitas seperti ini. Kedua, yah ini perkara identitas, yang sebenarnya memang sudah mesti ditinggalkan.

    Lebih mengesalkan ketika para kelompok tertentu taat agama ini memang bermain penghakiman dan generalisir. Poinnya jelas telah salah. Kedua menyangkut hal yang memang pada saya beririsan, yang jadi makin memantik untuk merespon. Terpantik? Bisa jadi.

    (lebih…)

  • Seni & Jalan

    Dari banyaknya pembangunan dan perkembangan entah dari ketatakotaan sendiri ataupun tuntutan metropolitan. Ada yang kurang saya pikir dan menghilang dari Palembang: seni jalanan, mural, poster dan berbagai coretan entah bersifat hanya tagging, protes, atau juga sudah ditaraf eksebisi.

    Ini terpikirkan ketika satu teman dari Medan meminta tulisan tentang seni mural dan jalanan guna mengisi satu kolom di zinenya. Kemampuan apa yang saya punya selain hanya sebagai penonton, penonton dan penikmat seni mural dan jalanan. Itu pun jika menyaksikan masih bisa dikategorikan kemampuan. Sepertinya tidak.

    (lebih…)